Senin, 17 Januari 2011

BATIMETRI DAN BENTUK MUKA BUMI DI LAUTAN

Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti "ukuran") adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau (id.wikipedia.org). Batimetri juga didefinisikan sebagai gambaran relief dasar laut, perbedaan kenampakan atau ciri-ciri dasar laut dan mempunyai arti penting dalam penelitian karena dengan mengetahui roman muka bumi akan memudahkan mengetahui kondisi morfologi suatu daerah (Nontji,1987).

Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Di daratan, garis kontur menghubungkan tempat-tempat berketinggian sama, sedangkan kontur pada batimetri menghubungkan tempat-tempat dengan kedalaman sama di bawah permukaan air.

Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus. Sekarang ini, peta batimetri ini dapat divisualisasikan dalam tampilan 2 dimensi (2D) maupun 3 dimensi (3D). Visualisasi tersebut dapat dilakukan karena perkembangan teknologi yang semakin maju, sehingga penggunaan komputer untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan mudah dilakukan. Data batimetri dapat diperoleh dengan penggunaan teknik interpolasi untuk pendugaan data kedalaman untuk daerah-daerah yang tidak terdeteksi merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan. Teknik interpolasi yang sering digunakan adalah teori Universal Kriging dan teori IRFK (Intrinsic Random Function of Order K) (David et al., 1985 dalam Defilmisa, 2003).

Peta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang teknik sipil dan kelautan antara lain penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir pantai dan lepas pantai, pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai. Selain itu, peta batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah perairan. Karena kondisi laut yang sangat dinamis, peta batimetri harus selalu di-update dengan perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut (Nurjaya, 1991).

Relief dasar laut pada umumnya tidak begitu besar variasinya dibandingkan dengan relief daratan. Hal ini disebabkan karena lemahnya erosi dan sedimentasi. Banyak hal yang bisa dijadikan dasar untuk mengolongkan bentuk muka bumi di dasar laut, antara lain:
1)      Berdasarkan bentuk permukaan dasar laut.
1.   Dangkalan/Plat, yaitu dasar samudra yang dangkal sepanjang pantai yang kedalamannya kurang dari 200 m.
2.    Palung Laut/Trog/Trench, yaitu dasar laut yang sangat dalam dan bentuknya memanjang sempit dan tebingnya curam, yang semakin ke dasar semakin menyempit. Palung yang sempit dan tidak terlalu curam disebut trench, sedangkan jika lebih lebar dan curam disebut trog. Kedalaman palung bisa mencapai ± 7.000-11.000 meter. Contohnya, Palung Mindanau (10.830 meter), Palung Sunda (7.450 meter), dll.
3.   Lubuk Laut/Basin, yaitu dasar laut yang dalam dan berbetuk cekungan bulat atau lonjong (oval). Basin terjadi akibat pemerosotan dasar laut. Contohnya, Lubuk Sulu, Lubuk Banda, dll.
4.   Gunung Laut, yaitu gunung yang muncul dari dasar laut dan puncaknya bisa terletak di permukaan laut maupun dibawah permukaan laut. Contohnya, Gunung Krakatau (Indonesia), Maona Loa (Hawai), dll.
5.    Punggung Laut (Ridge/Rise), yaitu pegunungan yang terletak di dasar laut. Punggung laut yang berlereng curam disebut ridge, sedangkan yang berlereng landai disebut rise. Contohnya, Punggung Laut Sibolga.
6.     Ambang Laut/Drempel, yaitu laut dangkal yang terletak diantara dua laut dalam karena punggung laut yang memisahkan dua bagian laut atau dua laut yang dalam. Contohnya, Ambang Laut Sulu, Ambang Laut Sulawesi, Ambang Laut Gibraltar, dll.
7.     Parit laut, yaitu bentukan dasar laut yang terjadi akibat masuknya satu lapisan/lempeng benua ke bawah lapisan/lempeng benua yang lain.

2)      Bentuk dasar laut berdasarkan kedalamannya.
1.    Paparan Benua/Continental Shelf, yaitu dasar laut dangkal yang berbatasan dengan benua dengan kedalaman 0-200 m. Di dasar laut ini sering ditemukan juga lembah yang menyerupai sungai. Lembah beberapa sungai yang terdapat di Continental Shelf merupakan bukti bahwa dulunya Continental Shelf merupakan bagian daratan yang kemudian sekarang tenggelam di dasar laut. Contohnya Dangkalan Sunda antara Kalimantan, Jawa, dan Sumatera yang berkedalaman ± 40-45 meter. Paparan benua terdiri juga dari tebing benua/kontinen (daerah tebing paparan benua) dan dataran abisal (bassin floor). Dataran abisal adalah dasar laut yang luas setelah tebing benua, dan mengarah ke laut lepas.
2.     Continantal Slope, yaitu dasar laut yang terletak di pinggir landas benua dengan sudut kemiringan 5o dan kedalaman 200-2000 m.
3.   Deep Sea Plain, yaitu dasar laut dengan kedalaman antara 2.000-3.000 m.
4.    The Deeps, yaitu relief dasar laut yang kedalamannya lebih dari 6.000 meter dengan ciri terdapatnya palung laut.

Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar