Minggu, 23 Januari 2011

PELABUHAN, DERMAGA, DAN TERMINAL

Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh. Terkadang crane dan gudang berpendingin disediakan oleh pihak pengelola maupun pihak swasta yang berkepentingan, sesuai jenis pelabuhannya juga. Sering pula disekitarnya dibangun fasilitas penunjang seperti pengalengan dan pemrosesan barang. Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 2001 mengatur tentang pelabuhan dan fungsi serta penyelengaraannya.

Pelabuhan laut digunakan untuk pelabuhan yang menangani kapal-kapal laut. Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang digunakan untuk berlabuhnya kapal-kapal penangkap ikan serta menjadi tempat distribusi maupun pasar ikan. Klasifikasi pelabuhan perikanan ada 3, yaitu:
1.      Pelabuhan Perikanan Pantai
2.      Pelabuhan Perikanan Nusantara
3.      Pelabuhan Perikanan Samudera

Di bawah ini hal-hal yang penting agar pelabuhan dapat berfungsi:
1)      adanya kanal-kanal laut yang cukup dalam (minimum 12 meter),
2)      perlindungan dari angin, ombak, dan petir, dan
3)      akses ke transportasi penghubung seperti kereta api dan truk.

Berdasarkan PP No. 69 Tahun 2001, pelabuhan pelabuhan dibagi menjadi 3 menurut layanan kegiatannya, yaitu:
1)  Pelabuhan laut, yaitu pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan laut;
2)  Pelabuhan sungai dan danau, yaitu pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan sungai dan danau;
3)   Pelabuhan penyebrangan, yaitu pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan penyeberangan.

Pelabuhan menurut jenisnya sebagaimana PP No. 69 Tahun 2001 terdiri dari:
  1. Pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum. Penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara yang didirikan dengan maksud tertentu. Di Indonesia dibentuk empat badan usaha milik negara yang diberikan wewenang mengelola pelabuhan umum. Keempat badan usaha tersebut adalah P.T. Pelabuhan Indonesia I yang berkedudukan di Medan; P. T. Pelabuhan Indonesia II yang berkedudukan di Jakarta; P.T Pelabuhan Indonesia III yang berkedudukan di Surabaya; P.T Pelabuhan Indonesia IV yang berkedudukan di Ujung Pandang. 
  2. Pelabuhan khusus yang digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu, baik instansi pemerintah, seperti TNI AL dan Pemda Dati I/Dati II, maupun badan usaha swasta seperti, pelabuhan khusus P.T. BOGASARI yang digunakan untuk bongkar muat tepung terigu atau LNG Arun di Aceh yang digunakan untuk mengirimkan hasil produksi gas alam cair ke suatu daerah dalam NKRI atau luar negeri. Pelabuhan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum, kecuali dalam keadaan tertentu dengan ijin pemerintah.
Menurut hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut sebagaimana PP No. 69 Tahun 2001 terdiri dari:
1.      Pelabuhan internasional hub merupakan pelabuhan utama primer;
2.      Pelabuhan internasional merupakan pelabuhan utama sekunder;
3.      Pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier;
4.      Pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer; dan
5.      Pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder.

Ditinjau dari segi pengusahaannya, pelabuhan dibagi menjadi 6, yaitu:
1)      Pelabuhan ikan
Pada umumnya pelabuhan ikan tidak memerlukan kedalaman yang besar karena kapal - kapal motor yang digunakan untuk menagkap ikan tidak besar. Pada umumnya, nelayan - nelayan di Indonesia masih menggunakan kapal kecil. Jenis kapal kecil ini bervariasi dari yang sederhana berupa jukung sampai kapal motor. Jukung adalah perahu yang dibuat dari kayu dengan lebar sekitar 1 m dan panjang 6 - 7 m. Perahu ini dapat menggunakan layar atau motor tempel; dan bisa langsung mendarat di pantai. Kapal yang lebih besar terbuat dari papan atau fiberglass dengan lebar 2,0 - 2,5 m dan panjang 8 - 12 m, digerakkan oleh motor. Pelabuhan ikan dibangun disekitar daerah perkampungan nelayan. Pelabuhan ini harus lengkap dengan pasar lelang, pabrik/gudang es, persediaan bahan bakar, dan juga tempat cukup luas untuk perawatan alat - alat penangkap ikan.
2)      Pelabuhan minyak
Untuk keamanan, pelabuhan minyak harus diletakkan agak jauh dari keperluan umum. Pelabuhan minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau pangkalan yang harus dapat menahan muatan vertikal yang besar, melainkan cukup membuat jembatan perancah atau tambahan yang dibuat menjorok ke laut untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup besar. Bongkar muat dilakukan dengan pipa - pipa dan pompa.
3)      Pelabuhan barang
Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang dilengkapi dengan fasilitas untuk bongkar muat barang. Pelabuhan dapat berada di pantai atau estuari dari sungai besar. Daerah perairan pelabuhan harus cukup tenang sehingga memudahkan bongkar muat barang. Pelabuhan barang ini bisa digunakan baik Pemintah maupun swasta untuk keperluan transportasi hasil produksinya seperti baja, alumunium, pupuk, batu bara, minyak, dan sebagainya. Sebagai contoh Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatra Utara. Pelabuhan Kuala Tanjung dimiliki oleh P.T. Aluminium Asahan. Selain itu, P.T. Asean dan P.T. Iskandar Muda juga mempunyai pelabuhan sendiri.
4)      Pelabuhan penumpang
Pelabuhan penumpang tidak banyak berbeda dengan pelabuhan barang. Pada pelabuhan barang di belakang dermaga terdapat gudang - gudang sedangkan untuk pelabuhan penumpang dibagun stasiun penumpang yang melayani segala kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan orang yang berpergian, seperti kantor imigrasi, duane, keamanan, direksi pelabuhan, maskapai pelayaran, dan sebagainya. Barang - barang yang perlu dibongkar muat tidak terlalu banyak sehingga gudang barang tidak perlu besar. Untuk kelancaran masuk kelaurnya penumpang dan barang, biasanya pada pelabuhan penumpang jalan masuk dipisahkan terhadap jalan keluar. Selain itu pada pelabuhan penumpang, penumpang melalui lantai atas dengan menggunakan jembatan langsung ke kapal, sedangkan barang - barang melalui dermaga.
5)      Pelabuhan campuran
Pada umumnya penggunaan fasilitas pelabuhan ini terbatas untuk penumpang dan barang. Untuk keperluan minyak dan ikan biasanya terpisah. Bagi pelabuhan kecil atau masih dalam taraf perkembangan, keperluan untuk bongkar muat minyak juga masih menggunakan dermaga atau jembatan, berguna untuk meletakkan pipa - pipa untuk mengalirkan minyak.
6)      Pelabuhan militer
Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk memungkinkan gerakan cepat dari kapal - kapal perang dan supaya letak bangunan cukup terpisah. Konstruksi tambatan maupun dermaga hampir sama dengan dengan pelabuhan barang, tetapi situasi dan perlengkapan sedikit berbeda. Pada pelabuhan barang, letak/kegunaan bangunan harus seefisien mungkin, sedangkan pada pelabuhan militer bangunan - bangunan pelabuhan harus terpisah dengan jarak yang lebih jauh.

Dermaga adalah tempat kapal ditambatkan di pelabuhan. Pada dermaga dilakukan berbagai kegiatan bongkar muat barang dan orang dari dan ke atas kapal. Di dermaga juga dilakukan kegiatan untuk mengisi bahan bakar untuk kapal, air minum, air bersih, saluran untuk air kotor/limbah yang akan diproses lebih lanjut di pelabuhan. Hal yang perlu diingat bahwa dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat dan bertambat pada dermaga tersebut.
Jenis - jenis dermaga berdasarkan jenis barang yang dilayani:
1) Dermaga barang umum, adalah dermaga yang diperuntukkan untuk bongkar muat barang umum/general cargo keatas kapal. Barang potongan terdiri dari barang satuan seperti mobil; mesin - mesin; material yang ditempatkan dalam bungkus, koper, karung, atau peti. Barang - barang tersebut memerlukan perlakuan khusus dalam pengangkatannya untuk menghindari kerusakan.
2)  Dermaga peti kemas, dermaga yang khusus diperuntukkan untuk bongkar muat peti kemas. Bongkar muat peti kemas biasanya menggunakan crane.
3)  Dermaga curah, adalah dermaga yang kusus digunakan untuk bongkar muat barang curah yang biasanya menggunakan ban berjalan (conveyor belt). Barang curah terdiri dari barang lepas dan tidak dibungkus/kemas, yang dapat dituangkan atau dipompa ke dalam kapal. Barang ini dapat berupa bahan pokok makanan (beras, jagung, gandum, dsb.) dan batu bara. Karena angkutan barang curah dapat dilakukan lebih cepat dan biaya lebih murah daripada dalam bentuk kemasan, maka beberapa barang yang dulunya dalam bentuk kemasan sekarang diangkut dalam bentuk lepas. Sebagai contoh adalah pengangkutan semen, gula, beras, dan sebagainya.
4)  Dermaga khusus, adalah dermaga yang khusus digunakan untuk mengangkut barang khusus, seperti bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan lain sebagainya.
5)     Dermaga marina, adalah dermaga yang digunakan untuk kapal pesiar, speed boat.
6)     Demaga kapal ikan, adalah dermaga yang digunakan oleh kapal ikan.

Perencanaan jenis dermaga disesuaikan dengan kebutahan yang akan dilayani, ukuran kapal, arah gelombang dan angin, kondisi topografi dan tanah dasar laut, dan tinjauan ekonomis dari konstruksi. Dermaga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu wharf/quai dan jetty/pier/jembatan. Wharf adalah dermaga yang paralel dengan pantai dan biasanya berimpit dengan garis pantai. Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut.

Berdasarkan tinjauan daerah topografi di perairan yang dangkal, penggunaan jetty akan lebih ekonomis karena kedalaman yang yang dibutuhkan untuk kapal menambat akan cukup jauh dan tidak diperlukan pengerukan lumpur yang cukup banyak. Namun berbeda untuk lokasi topografi dengan kemiringan dasar cukup curam. Pada topografi kemiringan dasar yang cukup curam, pembuatan pier dengan melakukan pemancangan tiang menjadi tidak praktis dan sangat mahal. Dalam hal ini pembuatan wharf lebih tepat.

Dermaga yang melayani kapal minyak (tanker) dan kapal barang curah mempunyai konstruksi yang ringan; dibandingkan dengan dermaga barang potongan (general cargo); karena dermaga tersebut tidak memerlukan peralatan bongkar muat yang besar, jalan kereta api, gudang - gudang, dan sebagainya. Dengan demikian untuk melayani kapal tanker dan kapal barang curah, penggunaan pier akan lebih ekonomis. Lain halnya dengan dermaga yang melayani barang potongan (general cargo) dan peti kemas. Dermaga yang melayani general cargo dan peti kemas  menerima beban yang lebih besar. Untuk keperluan tersebut, dermaga jenis wharf akan lebih cocok.

Kondisi tanah sangat menentukan dalam pemilihan jenis dermaga. Pada umumnya tanah di dekat daratan mempunyai daya dukung yang lebih besar daripada tanah di dasar lautan. Dasar laut umumnya terdiri dari endapan yang belum padat. Ditinjau dari daya dukung tanah, pembuatan wharf atau dinding penahan tanah lebih menguntungkan. Namun, jika tanah dasar berupa karang maka pembuatan wharf akan mahal. Hal ini karena untuk mendapatkan kedalaman yang cukup di depan wharf diperlukan pengerukan. Dalam hal ini pembuatan pier akan lebih murah karena tidak diperlukan pengerukan dasar karang. (Triatmodjo, 1996 : 157 - 159)  

Terminal adalah salah satu fasilitas pelabuhan di daratan. Masing - masing terminal mempunyai bentuk dan fasilitas yang berbeda. Terminal barang potong (general cargo terminal) harus mempunyai perlengkapan bongkar muat berbagai bentuk barang yang berbeda. Terminal barang curah biasanya direncanakan untuk tunggal guna dan mempunyai peralatan bongkar muat untuk muatan curah. Demikian juga terminal peti kemas. Berbagai jenis terminal tersebut dapat berada dalam satu pelabuhan, serta  letak antara terminal satu dengan lainnya dapat berdampingan.

Pada umumnya, terminal di pelabuhan dibagi ke dalam tiga jenis:
1.     Terminal Barang Potongan (General Cargo Terminal)
Fasilitas - fasilitas yang terdapat pada terminal potongan terdiri dari:
1)     Apron
Apron adalah halaman di atas dermaga yang terbentang di sisi muka dermaga sampai gudang laut atau lapangan penumpukan terbuka. Apron digunakan untuk menempatkan barang yang akan dinaikkan ke kapal atau barang yang baru saja diturunkan dari kapal. Bentuk apron tergantung pada jenis muatan, apakah barang potongan, curah, atau peti kemas. Biasanya lebar apron adalah 15 - 25 m.
2)     Gudang Laut dan Lapangan Penumpukan Terbuka
Gudang laut (disebut juga gudang pabean, gudang linie ke-I, gudang transit) adalah gudang yang berada di tepi perairan pelabuhan dan hanya dipisahkan dari air laut oleh dermaga pelabuhan. Gudang laut hanya menyimpan barang - barang untuk sementara waktu sambil menunggu pengangkutan lebih lanjut ke tempat tujuan akhir. Masa penyimpanan barang - barang dalam gudang laut adalah maksimum 15 hari untuk barang - barang yang akan dimasukkan ke dalam peredaran bebas setempat (dengan angkutan darat) dan maksimum 30 hari untuk barang - barang yang akan diteruskan ke pelabuhan lain (dengan kapal lain).
3)      Gudang
Gudang (warehouse) digunakan untuk menyimpan barang - barang dalam waktu yang lama. Gudang ini dibuat agak jauh dari dermaga.
4)     Bangunan pendingin (cold storage)
Bangunan pendingin di pelabuhan diperlukan sebelum barang komuditas yang didinginkan didistribusikan ke tempat tujuan dengan kereta api atau truk yang sudah disediakan system pendinginan tertentu. Barang - barang komuditas yang perlu pendinginan adalah ikan, daging, buah - buahan, dan sayur.

2.    Terminal barang curah (bulk cargo terminal)
Muatan curah dapat dibedakan menjadi dua macam:
1)  Muatan lepas yang berupa hasil tambang seperti batu bara, biji besi, bauxite, dan hasil pertanian seperti beras, gula, jagung, dan sebagainya.
2)    Muatan cair yang diangkut dalam kapal tangki seperti minyak bumi, minyak kepala sawit, bahan kimia cair, dan sebagainya.

Terminal muatan curah harus dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan muatan. Jenis fasilitas penyimpanannya tergantung pada jenis muatannya, yang dapat berupa lapangan untuk mengangkut muatan, tangki - tangki untuk minyak, silo atau gudang untuk material yang memerlukan perlindungan terhadap cuaca, atau lapangan terbuka untuk menimbun batu bara, bijih besi, dan bauxit.

Barang curah dapat ditangani secara ekonomis dengan menggunakan belt conveyor atau bucket elevator atau kombinasi dari keduanya. Barang cair dapat diangkut dengan pompa. Untuk barang berupa bubuk, material berbutir halus seperti semen serta butiran/material yang ringan dapat diangkut dengan alat penghisap (alat pneumatic). Belt conveyor adalah alat yang paling serbaguna untuk mengangkut berbagai macam barang berbentuk bubuk, butiran, dan kental. Alat tersebut dapat mengangkut material dalam jumlah besar untuk jarak jauh, baik secara horizontal maupun naik turun dengan kemiringan 15o – 20o. Alat ini digunakan untuk memindahkan material dari tempat penimbunan ke dalam kapal dan sebaliknya. Bucket elevator mengangkut material secara vertikal atau yang mempunyai kemiringan besar. Kapasitasnya lebih rendah daripada kapasitas belt conveyor. Alat ini digunakan untuk mengisis silo.

3.     Terminal peti kemas
Pengiriman barang dengan mengguanakn peti kemas telah banyak dilakukan dan volumenya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pengangkutan dengan menggunakan peti kemas memungkinkan barang - barang digabung menjadi satu dalam peti kemas sehingga aktivitas bongkar muat dapat dimekanisasikan. Hal ini dapat meningkatkan jumlah muatan yang bisa ditangani sehingga waktu bongkar muat menjadi lebih cepat. 


Sumber:
Amiron, Sahdan. 2009. Analisis Kelayakan Ukuran Panjang Dermaga, Gudang Bongkar Muat Barang, dan Sandar Kapal. Medan: Dapartemen Teknik Sipil USU.

Jumat, 21 Januari 2011

PASANG LAUT

Pasang laut adalah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau samudera secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan efek sentrifugal dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi (bumi). Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, namun gaya gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Hal yang perlu diketahui bahwa pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Faktor non astronomi yang mempengaruhi pasang surut terutama di perairan semi tertutup seperti teluk adalah bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan.

Pasang laut menyebabkan perubahan kedalaman perairan dan mengakibatkan arus pusaran yang dikenal sebagai arus pasang sehingga perkiraan kejadian pasang sangat diperlukan dalam navigasi pantai. Wilayah pantai yang terbenam sewaktu pasang naik dan terpapar sewaktu pasang surut, disebut mintakat pasang, dikenal sebagai wilayah ekologi laut yang khas. Periode pasang laut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Panjang periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit. Selain itu dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang laut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan.

Puncak gelombang pasang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang pasang disebut pasang rendah. Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang laut (tidal range). Rentang pasang laut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera. Tipe pasang ditentukan oleh frekuensi air pasang naik dengan pasang turun setiap harinya. Hal ini disebabkan perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya “pembangkit” pasang. Oleh karena itu, terdapat tiga tipe dasar pasang laut:
1.    Diurnal Tides
Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang naik dan satu kali pasang turun dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasang harian tunggal (diurnal tides).
2.    Semidiurnal Tides
Jika terjadi dua kali pasang naik dan dua kali pasang turun dalam sehari, maka tipe pasang disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides).
3.    Mixed Tides
Tipe pasang lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasang ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi tunggal.

Berdasarkan posisi bumi, bulan, dan matahari; terdapat 2 jenis pasang laut:
1.   Pasang laut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik yang sangat tinggi dan pasang surut yang sangat rendah. Pasang laut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
2.   Pasang laut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik yang rendah dan pasang surut yang tinggi. Pasang laut perbani ini terjadi pada saat bulan seperempat dan tigaperempat.

Karena sifat pasang surut yang periodik, maka tipe dasar pasang dapat diramalkan. Untuk meramalkan tipe dasar pasang, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing komponen pembangkit pasang baik pasang naik maupun pasang turun. Komponen-komponen utama pasang terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai dan superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, akan terbentuklah komponen-komponen pasang surut yang baru. Pada buku peramalan pasang surut yang dikeluarkan oleh DISHIDROS dan BOKOSURTANAL tertulis nilai komponen pasang baik pasang naik maupun pasang turun yang terdiri dari amplitudo dan fase pada beberapa lokasi di perairan Indonesia. Dengan mengetahui amplitudo komponen tersebut, maka dapat dihitung nilai bilangan Formzal (F). Dengan demikian, tipe pasang dapat ditentukan.

F = [AO1 + AK1]/[AM2 + AS2]

Dengan ketentuan :
F ≤ 0.25           =          semidiurnal tides
0,25<F≤1.5      =          mixed mainly semidiurnal tides
1.50<F≤3.0      =          mixed mainly diurnal tides
F > 3.0             =          diurnal tides

Dimana:
F          :  bilangan Formzal
AK1      : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
   gaya tarik bulan & matahari
AO1      : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
   gaya tarik bulan
AM2     : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
   gaya tarik bulan
AS2      : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
   gaya tarik matahari


Daftar Istilah Pada Pasang Laut:
1)   Mean Sea Level (MSL) atau Duduk Tengah adalah muka laut rata-rata pada suatu periode pengamatan yang panjang, sebaiknya selama 18,6 tahun.
2)   Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah pada suatu periode waktu.
3)   Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang naik tinggi.
4)    Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang turun rendah.
5)    Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang naik tertinggi dari dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air tinggi terjadi pada satu hari, maka air tinggi tersebut diambil sebagai air tinggi terttinggi.
6)   Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terjadi untuk tipe pasang diurnal tides.
7)   Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari dua air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terjadi untuk tipe pasang diurnal tides.
8)   Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air rendah terjadi pada satu hari, maka harga air rendah tersebut diambil sebagai air rendah terendah.
9)   Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-turut selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang (range) pasang laut itu tertinggi.
10) Mean Low Water Springs (MLWS) adalah tinggi rata-rata yang diperoleh dari dua air rendah berturut-turut selama periode pasang purnama.
11) Mean High Water Neaps (MHWN) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-turut selama periode pasut perbani (neap tides), yaitu jika tunggang (range) pasang laut paling kecil.
12) Mean Low Water Neaps (MLWN) adalah tinggi rata-rata yang dihitung dari dua air berturut-turut selama periode pasang laut perbani.
13) Highest Astronomical Tide (HAT)/Lowest Astronomical Tide (LAT) adalah permukaan laut tertinggi/terendah yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi. Permukaan ini tidak akan dicapai pada setiap tahun. HAT dan LAT bukan permukaan laut yang ekstrim yang dapat terjadi, storm surges mungkin saja dapat menyebabkan muka laut yang lebih tinggi dan lebih rendah. Secara umum permukaan (level) di atas dapat dihitung dari peramalan satu tahun. Harga HAT dan LAT dihitung dari data beberapa tahun.
14) Mean Range (Tunggang Rata-rata) adalah perbedaan tinggi rata-rata antara MHW dan MLW.
15) Mean Spring Range adalah perbedaan tinggi antara MHWS dan MLWS.
16) Mean Neap Range adalah perbedaan tinggi antara MHWN dan MLWN.
17) Low Water Spring (LWS) adalah muka air laut surut terendah. LWS nantinya akan dikaitkan dengan data hasil survey topografi dan penggambaran peta batimetri. Peta inilah nantinya yang akan digunakan untuk merencanakan penempatan dermaga pada kedalaman tertentu (sesuai spesifikasi kapal yang bersandar).
18)High Water Spring (HWS) adalah muka air laut pasang tertinggi. Sebagai catatan bahwa perbedaan antara LWS dengan HWS disebut pasang surut rencana.   
19) Mean Sea Level (MSL) adalah muka air laut rerata.

Sumber:


FLOATING STRUCTURE

Perkembangan terkini teknologi di bidang kelautan sudah pada akselerasi yang mengagumkan. Para ilmuwan dan insinyur dari berbagai institusi pendidikan dan industri berlomba-lomba merancang dan membangun teknologi kelautan yang semakin berorientasi pada lingkungan. Beberapa contoh teknologi yang canggih antara lain sebagai berikut:
1.       Floating Stucture
2.       Energi Gelombang
3.       Energi Angin

Dewasa ini dan di masa depan floating structure atau struktur bangunan mengapung akan menjadi primadona konstruksi. Keuntungan dari adanya bangunan terapung antara lain tidak menambah massa benda yang mendesak massa air sehingga tidak menimbulkan efek kenaikan muka air laut. Keuntungan berikutnya adalah tidak menimbulkan scouring pada pilar jembatan. Pilar jembatan konvensional umumnya mengalami masalah scouring atau gerusan yang dapat membahayakan pondasi struktur. Keuntungan dari penggunaan floating structure menurut Watanabe (2004) sebagai berikut:
1)    Efisiensi konstruksi karena tidak perlu pembuatan dan pengerjaan desain pondasi.
2)      Ramah lingkungan karena tidak merusak dan menambah volume benda yang bersifat massive structure.
3)    Mudah dan cepat dalam pengerjaan karena proses pengerjaan dengan metode perakitan (assembling method).
4)     Tahan terhadap gempa karena secara struktur tidak tertanam di tanah atau tidak berbasis pondasi namun mengapung dan hanya di ikat dengan anchor.
5)   Mudah dipindah maupun diperbaiki karena sifatnya yang dapat dirakit (assembling method).
6)     Konstruksi apung tidak mengalami proses konsolidasi maupun setlemen.
7)     Cocok untuk pembuatan konstruksi yang mengedepankan estetika model atau bentuk dibandingkan metode konvensional yang umumnya kaku.


Floating structure sudah banyak diterapkan dalam berbagai tujuan dan fungsi. Salah satu tujuan dan fungsi yang sudah banyak diterapkan di luar negeri adalah konstruksi jembatan apung.  Gambar di awal tulisan adalah jembatan di Norwegia (Nordhordland Floating Bridge) dengan panjang 1246 m yang dibangun pada tahun 1994 dengan kedalaman sungai 500 m. Dalam menganalisa suatu konsep konstruksi mengapung perlu asumsi-asumsi sebagai berikut (Watanabe, 2004).
a)      Model konstruksi adalah sebuah bidang plat yang tipis dan elastis.
b)   Air atau fluida adalah bersifat tak termampatkan (incompessible) dan gerakannya irotasional sehingga berlaku kondisi batas aliran potensial .
c)     Amplitudo gelombang dan gerakan horisontal struktur sangat kecil dibanding kedalaman dan hanya gerakan arah vertikal dari struktur yang diperhitungkan.
d)      Tidak ada pemisah atau jarak antara struktur dengan permukaan air.

Sumber:
http://coastalfuture.blogspot.com/
http://www.ilmukelautan.com/sig-dan-penginderaan-jauh/pemetaan-sumberdaya-kelautan/426-survei-kelautan



Senin, 17 Januari 2011

BATIMETRI DAN BENTUK MUKA BUMI DI LAUTAN

Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti "ukuran") adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau (id.wikipedia.org). Batimetri juga didefinisikan sebagai gambaran relief dasar laut, perbedaan kenampakan atau ciri-ciri dasar laut dan mempunyai arti penting dalam penelitian karena dengan mengetahui roman muka bumi akan memudahkan mengetahui kondisi morfologi suatu daerah (Nontji,1987).

Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Di daratan, garis kontur menghubungkan tempat-tempat berketinggian sama, sedangkan kontur pada batimetri menghubungkan tempat-tempat dengan kedalaman sama di bawah permukaan air.

Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus. Sekarang ini, peta batimetri ini dapat divisualisasikan dalam tampilan 2 dimensi (2D) maupun 3 dimensi (3D). Visualisasi tersebut dapat dilakukan karena perkembangan teknologi yang semakin maju, sehingga penggunaan komputer untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan mudah dilakukan. Data batimetri dapat diperoleh dengan penggunaan teknik interpolasi untuk pendugaan data kedalaman untuk daerah-daerah yang tidak terdeteksi merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan. Teknik interpolasi yang sering digunakan adalah teori Universal Kriging dan teori IRFK (Intrinsic Random Function of Order K) (David et al., 1985 dalam Defilmisa, 2003).

Peta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang teknik sipil dan kelautan antara lain penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir pantai dan lepas pantai, pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai. Selain itu, peta batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah perairan. Karena kondisi laut yang sangat dinamis, peta batimetri harus selalu di-update dengan perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut (Nurjaya, 1991).

Relief dasar laut pada umumnya tidak begitu besar variasinya dibandingkan dengan relief daratan. Hal ini disebabkan karena lemahnya erosi dan sedimentasi. Banyak hal yang bisa dijadikan dasar untuk mengolongkan bentuk muka bumi di dasar laut, antara lain:
1)      Berdasarkan bentuk permukaan dasar laut.
1.   Dangkalan/Plat, yaitu dasar samudra yang dangkal sepanjang pantai yang kedalamannya kurang dari 200 m.
2.    Palung Laut/Trog/Trench, yaitu dasar laut yang sangat dalam dan bentuknya memanjang sempit dan tebingnya curam, yang semakin ke dasar semakin menyempit. Palung yang sempit dan tidak terlalu curam disebut trench, sedangkan jika lebih lebar dan curam disebut trog. Kedalaman palung bisa mencapai ± 7.000-11.000 meter. Contohnya, Palung Mindanau (10.830 meter), Palung Sunda (7.450 meter), dll.
3.   Lubuk Laut/Basin, yaitu dasar laut yang dalam dan berbetuk cekungan bulat atau lonjong (oval). Basin terjadi akibat pemerosotan dasar laut. Contohnya, Lubuk Sulu, Lubuk Banda, dll.
4.   Gunung Laut, yaitu gunung yang muncul dari dasar laut dan puncaknya bisa terletak di permukaan laut maupun dibawah permukaan laut. Contohnya, Gunung Krakatau (Indonesia), Maona Loa (Hawai), dll.
5.    Punggung Laut (Ridge/Rise), yaitu pegunungan yang terletak di dasar laut. Punggung laut yang berlereng curam disebut ridge, sedangkan yang berlereng landai disebut rise. Contohnya, Punggung Laut Sibolga.
6.     Ambang Laut/Drempel, yaitu laut dangkal yang terletak diantara dua laut dalam karena punggung laut yang memisahkan dua bagian laut atau dua laut yang dalam. Contohnya, Ambang Laut Sulu, Ambang Laut Sulawesi, Ambang Laut Gibraltar, dll.
7.     Parit laut, yaitu bentukan dasar laut yang terjadi akibat masuknya satu lapisan/lempeng benua ke bawah lapisan/lempeng benua yang lain.

2)      Bentuk dasar laut berdasarkan kedalamannya.
1.    Paparan Benua/Continental Shelf, yaitu dasar laut dangkal yang berbatasan dengan benua dengan kedalaman 0-200 m. Di dasar laut ini sering ditemukan juga lembah yang menyerupai sungai. Lembah beberapa sungai yang terdapat di Continental Shelf merupakan bukti bahwa dulunya Continental Shelf merupakan bagian daratan yang kemudian sekarang tenggelam di dasar laut. Contohnya Dangkalan Sunda antara Kalimantan, Jawa, dan Sumatera yang berkedalaman ± 40-45 meter. Paparan benua terdiri juga dari tebing benua/kontinen (daerah tebing paparan benua) dan dataran abisal (bassin floor). Dataran abisal adalah dasar laut yang luas setelah tebing benua, dan mengarah ke laut lepas.
2.     Continantal Slope, yaitu dasar laut yang terletak di pinggir landas benua dengan sudut kemiringan 5o dan kedalaman 200-2000 m.
3.   Deep Sea Plain, yaitu dasar laut dengan kedalaman antara 2.000-3.000 m.
4.    The Deeps, yaitu relief dasar laut yang kedalamannya lebih dari 6.000 meter dengan ciri terdapatnya palung laut.

Referensi: